Pages

Talking About Suicide [Random Thought]

source;https://id.pinterest.com/pin/144044888064817055/
[[sebelumnya mohon maaf jika sebagian dari kalian mungkin akan menentang argumen saya, karena memang ini hanya murni random thought. perbedaan dalam berideologi mohon dimaklumi, terima kasih. selamat membaca]]

Wow ternyata growing older tidak semenyenangkan itu. saya sudah lama tidak pernah menulis lagi ya? Hehe. Iya, saya terlalu sibuk dengan growing-older-phase. Yang padahal rasanya sudah saya bilang pada kalimat pertama.Mungkin ini normal, usia belia merupakan usia dimana kita sedang struggling untuk mencari arti kata 'diri', 'self, atau apalah kalian menyebutnya. Begitupun saya, sekarang bisa dikatakan saya sedang dalam keadaan tersebut.Tau tidak, ternyata proses pendewasaan bisa mengantarkan seseorang kedalam dimensi berbahaya. Pun seperti saya ini, drama memang, saya cukup tahu diri, bahwa saya tidak sedang mengidap bipolar maupun skizofrenia, namun saya merasa mempunyai alter ego yang bertolak belakang dengan sifat real saya. Atau mungkin alter ego saya lah yang menjadi basis. Entahlah. Yang jelas, kini saya sedang terusik oleh beberapa pikiran yang kontroversial. Bukan hanya otak, batin saya pun ikut merasakan perdebatan itu. Ketika semua entitas kebatinan berperang untuk mendapat tempat terdalam, dan berbagai kelibat pikiran yang selalu melalang diri untuk menginvasi cerebral cortex. Ahh rasanya ingin mengakhiri saja. Tapi kalau ditelaah ulang, rasanya lucu. Ending your life because of …..stress? Benar-benar memalukan. Seberapa besar memang pressure tersebut? Seberapa mengerikan kekejamannya? Hidup terlalu berharga untuk diakhiri hanya karena gejolak batin dan perang pikiran. Walau tidak menutup kemungkinan hal itu terjadi, tapi saya tidak akan se-ekstrem itu. Biarkan saja kaum ekstrimis kecewa. Persetan dengan semua teorinya yang mengatakan suicide is okay, because it becomes legal human rights.

Ngomong-ngomong soal suicide, hah saya menyebutnya itu sebuah indikasi wajar bagi orang tak bertuhan atau tak kuat iman. Kenapa saya menyebut demikian? Sekarang, bukan sebuah hal tabu lagi jika seseorang mengasumsikan bahwa dirinya sebagai agnostik atau bahkan mungkin atheist. Sejak zaman miletus, lebih tepatnya saat dunia filsafat mulai berkembang, banyak sekali orang yang malah meragukan agama. Ditambah sekarang, zaman milenial yang telah terkontaminasi oleh heterogenitas rasinoalisme menyebabkan kuantitas tingkat kemurtadan semakin meningkat. Miris sekali memang, bagi kita sebagai kaum bertuhan dan beragama saja terkadang sering mempunyai segudang masalah, apalagi melihat saudara kita sesama manusia tapi malah mengelakan eksistensi Tuhan. Tapi hal ini juga bukan menjadi alasan semata kita menyalahkan mereka dan memaksa mereka yang tak percaya Tuhan. Biarkanlah saja mereka dengan kepercayaannya. Tapi kalau memungkinkan untuk berdakwah ya monggo saja. 

Jadi apa korelasinya antara suicide dan kaum tak percaya adanya Tuhan? Sebagaimana yang kita tahu, benar dan salah merupakan konsepsi turunan dari kehidupan bermasyarakat. Pengategorian bunuh diri sebagai hal yang haram dan tidak boleh dilakukan merupakan bentuk dari norma. Islam, kristen, yahudi dan yang lainnya sudah melabelkan bahwa bunuh diri merupakan hal illegal yang berarti menentang takdir Tuhan. Dengan adanya penentangan takdir Tuhan berarti merupakan bentuk dari pelanggaran norma agama. Walaupun orang berakal belum tentu beriman, namun orang beriman sudah pasti berakal. Oleh karena itu, jika tingkat keimanan seseorang kuat, maka kuantitas iman tersebut akan menutupi  keinginan untuk bunuh diri, karena mereka percaya bahwa hidup adalah anugerah Tuhan, mereka mempunyai Tuhan untuk mengadu. Tapi, bagaimana dengan orang yang memang unstable? Orang yang memang secara psikis maupun fisik tidak memungkinkan untuk berfikir secara rasional dan malah menikam diri? Seperti orang yang terkena bipolar maupun skizofrenia, misalnya, bagaimana? Bicara mengenai antitesis, tentu hal ini menjadi pengecualian. Kasus ini menjadi lumrah, karena mereka tak mempunyai cukup akal untuk menentukan pilihan yang tepat. Lantas apakah karena mereka lumrah untuk melakukan bunuh diri, lalu kita hanya membiarkannya saja? Nah inilah sebenarnya salah satu masalah priori manusia. Sebagaimana mungkin, kita juga harus ikut andil dalam menangani norma sosial. orang-orang yang mempunyai kecenderungan untuk melakukan bunuh diri harus kita ayomi, kasihi, dan tuntun agar mereka sedikit demi sedikit memperoleh self power.

Saya mengutip dari kalimat milik Fichte, filsuf idealisme asal Jerman dalam bukunya das System der Sittenlehre, ia mengatakan bahwa orang membutuhkan keberanian besar untuk mengakhiri hidupnya. Namun dibutuhkan keberanian yang lebih besar lagi untuk menjalani hidup dengan segala jatuh bangunnya. Dengan begitu, self powering memang sangat dibutuhkan agar kita terhindar dari tindakan tidak tepat tersebut. Ya, kalimat-kalimat yang saya tulis telah menyudutkan bahwa suicide isn't the right decision. Even for you.


Kalau kalian memang menyimak tulisan saya dari awal, tentu akan ada pertanyaan 'apa sangkut pautnya kedewasaan dengan bunuh diri lalu agama? Ahh tulisan ini benar-benar chaos'. Yap, namanya juga random thoughts.

yvrfa

YOU MIGHT ALSO LIKE

No comments:

Post a Comment

Instagram